top of page

Education Nowadays

  • SH
  • May 19, 2015
  • 2 min read

Saya menemukan image ini di beranda FB. Sarkastik, benar, namun, inilah jendela fakta dan realita dari pendidikan yang berada di negeri kita. Miris? Semua yang berakal dan berpikir pasti mengatakan ya. Semua yang sadar pasti akan geleng2 kepala. Namun, tidak sedikit orang2 yang masih bergelimang akan kehura-hura an, kefoya-foya an, boros sana sini, baik itu boros waktu, tenaga, pikiran, uang, mental, de el el. Mereka berpikir, asal mereka happy, it's nothing and fine2 aja. Padahal, di balik dan di belakang itu semua, masih banyak saudara2 kita yang sangat sangat sangat membutuhkan uluran tangan kita, baik itu yang nampak di mata maupun di negeri yang jauh di sana. Pun demikian, orang tua kita masih membiayai hidup kita. Sudahkah kita mempunyai penghasilan sendiri sehingga bisa menopang kehidupan kita secara mandiri 100% tanpa campur tangan orang tua? Saya sendiri jujur, kerja aja belum, jadi semua biaya full depend on my parents

Okay, kembali lagi. Saya masih ingat, ketika saya dan Rei (hari apa ya, lupa) jalan2 keluar (seperti biasa, saya minta tolong Rei untuk nemenin saya, dan seperti biasa, saya dan Rei memang soulmate gak bisa terpisahkan, Sherlock Holmes dan John Watson), melihat sekumpulan anak2 SMA yang sedang konvoi. Baju mereka pun sudah kinclong dengan coretan piloks warna-warni pelangi nan indah di pagi hari, lengkap dari A sampai Z. Gak cuman satu dua motor, namun banyak. Mereka sepertinya sudah janjian akan barengan konvoi. Dan, ketika mereka sampai di depan sebuah sekolah SMA lain, sengaja mereka menggeber-geber kan gas motor mereka. Saya pun heran, cek opo o gitu itu mereka. Useless, worthless, pointless, meaningless, futile, mereka melakukan hal seperti itu. Gunanya lho, manfaatnya apa lho coba. Malah bikin onar dan bikin ribut aja, plus super quatro facepalm -_-

Rei pun bilang, kalau baju SMA nya (MAN Insan Cendekia) ditaruh di almari asrama, sengaja agar bisa dipakai adik tingkat yang memang membutuhkan. Saya kalau gak salah, saya uda sumbangkan ke yang membutuhkan ketika ada baksos apa gitu, uda lupa. Justru mereka2 inilah yang patut dikasihani. Kasihan karena miskin ilmu. Masih belum ngerti apa2. Patut dididik dengan sebenar-benarnya.

Mbok ya kalau lulus, sikapnya biasa aja tho lah ya. Nothing special. Malah harusnya bersyukur, apalagi dapat nilai terbaik, jadi tambah semangat untuk melakukan hal2 kebaikan yang lain, mumpung ada semangat dan motivasi, jangan sampai semangat dan motivasi itu dibiarkan hingga lenyap tak berbekas, for ex niat shoum senin-kamis atau daud seperti Rei misal, karena uda diberikan kesempatan dapat nilai terbaik, atau membagikan sedekah secara sembunyi-sembunyi kepada orang yang berhak menerima, gak usah jauh2 mencari yang perlu menerima sedekah kita, misal di sekitar sekolah/kampus kita ada yang memang kita rasa "kurang", maka jangan ragu2 untuk terus memberikan sedekah kepada mereka2. Do'a mereka itu sangat manjur sekali lho, apalagi misal setiap sholat mereka selalu mendo'akan kita tanpa sepengetahuan kita (who knows), akan jadi senjata kita yang besar ketika kita menghadapi musibah nantinya. Bukan malah dihambur2 kan untuk kegiatan gak jelas -_-

Yah, sudahlah. Hanya ingin curhat lagi (curhat maneh, curhat maneh, gak ada abis2 nya saya curhat ini *te-hee). Masing2 kita bisa menilai dan mengintrospeksi. Masukkah kita dalam golongan mereka? Lalu, bagaimanakah solusinya? Nah, itu dia yang wajib kita selesaikan bersama, mulai dari diri kita dan lingkungan kita tentunya.

Sekian dulu curhatnya

11078269_10206580264656198_3506583628130128605_n.jpg

 
 
 

Comments


© Copyright 2015 by Sherlock Holmes

bottom of page